Jumat, 30 Oktober 2015

Akibat Suamiku Mandul




Video Bokepmenyandang nama lain yang asing sama sekali bagiku? Kata ibuku, nama itu cocok untuk kusandang.
Namaku Ny. Susilo, usiaku sekarang 21 tahun. Aku istri seorang tuan tanah di desaku. sudah 5 tahun kami menikah, namun aku belum melahirkan seorang anakpun baginya. Aku melihat ibu mertuaku sering menatap tajam ke arahku, mulutnya nyinyir, mengeluarkan kotoran kemana ia suka. Mengeluarkan bau busuk dimanapun ia berada; baik di ruang tamu, di dapur, di kamar, di WC, bahkan di rumah tetangga.
Bau busuk, hanya itulah yang keluar dari mulutnya dan aku tetap diam, begitu juga suamiku. Suamiku bahkan mulai jarang pulang, bukan aku tidak tahu kemana ia pergi. Ke kompleks pelacuran, itulah tempat yang paling ia suka.
Kompleks pelacuran? Sejak kapan suamiku punya hobi pergi ke kompleks pelacuran? Setahun yang lalu? dua tahun lalu? Tiga tahun lalu? Empat tahun lalu? Lima tahun lalu? Atau sebelum itu?
Anehnya, baik ibu mertuaku atau orang tuaku malah menyalahkan aku. Bagaimana dengan Ayah mertuaku? lupakanlah, ia sudah mati jauh sebelum aku menikah dengan anaknya. Intinya, akulah yang tidak becus meladeni suami, sehingga suamiku lari ke pelukan pelacur itu. Apalagi, aku mandul, itulah yang dibilang oleh ibu mertuaku, bau busuk yang ia sebarkan hampir di setiap sudut desa ini.
Percayalah, aku tidak mandul, tapi aku sungguh tidak tahu mengapa aku tak kunjung hamil juga. Anehnya, suamiku sama sekali tidak memusingkan hal ini, bukankah keturunan adalah hal yang paling penting dalam hidup manusia?
Malam itu suamiku baru saja pulang, entah dari mana, aku pura-pura tidur ketika ia membuka pintu kamar.
“Kau sudah tidur?” Suamiku menyapaku! Hatiku bahagia sekali, sampai tidak bisa mengucapkan sepatah katapun.
Aku membalikkan tubuhku, kutatap matanya dalam-dalam. “Belum, Mas.” jawabku. “Mas dari mana?” Sungguh pertanyaan yang paling konyol yang pernah kuucapkan. Bukankah aku tahu ia baru kembali dari pelukan pelacur itu?
“Kau tak perlu tahu, yang penting kau harus berpikir bagaimana bisa melahirkan seorang anak untukku!” jawabnya.
Jantungku berdesir, sakit sekali seperti ditusuk dengan ribuan paku, bukan, lebih dari ribuan paku. Aku membenamkan kepalaku dalam bantal, menangis tanpa suara, suara yang tak pernah kumiliki walau sekedar untuk mengeluarkan isi otakku. Aku tak pernah mempunyai suara.
Selanjutnya, hari-hariku seperti neraka saja, seluruh penduduk desa bergunjing tentangku, bahwa aku mandul, perempuan yang tidak sempurna. Aku juga melihat pelacur itu selalu ceria, senyumnya membuat hatiku semakin terluka, seperti disayat sembilu.
Pelacur itulah, yang tidur dengan suamiku setiap malam, setiap malam sebelum suamiku menjamah tubuhku. Ia membayar pelacur itu tiap malamnya, sedangkan aku harus melayaninya seumur hidupku tanpa bayaran, kecuali makian yang kudapat dari ibunya dan suamiku sendiri. Inikah hidup baru yang dulu aku bayangkan? Yang kuimpikan dan kuidamkan? TIDAK! dan tentu saja aku takkan tinggal diam, karena aku adalah Surti.
“Dasar pelacur!” teriakku pada perempuan yang sekarang berdiri di depanku. Hari itu aku tak bisa menahan diri untuk menemui perempuan itu di kompleks pelacuran.
“Pelacur? Yah tentu saja aku pelacur dan asal kau tahu Ny. Susilo, aku bangga dengan profesiku.”
Mukaku memerah karena marah. Kuremas tanganku, ingin rasanya kutempeleng wajahnya. “Kau telah merebut suamiku, kau memang perempuan murahan!” teriakku.
“Merebut? Suamimu sendiri yang datang padaku dan melayaninya adalah tugasku. Kau salah alamat Ny. Susilo, kau harusnya mendamparat suamimu karena ia tidak setia, bukan kepadaku!”
“Plak!” aku menampar wajah perempuan itu, amarah tergambar jelas di wajahku. Namun aku sungguh tak menyangka ia membalas tamparanku, bahkan lebih keras dari tamparanku.
“Aku memang pelacur, tapi takkan kubiarkan satu orangpun melecehkan harga diriku.” katanya.
Aku tertawa keras, berani sekali pelacur ini ngomong soal harga diri.
“Kau pikir kau lebih berharga dari aku, Nyonya? Katakan padaku apakah suamimu menghargaimu?” ia bertanya.
Aku tediam, tiba-tiba saja aku tak punya lagi kata-kata. Aku sudah kalah dan aku pergi dari pelacur itu dengan kekalahan. Ya, kekalahan telak seorang istri tuan tanah yang terhormat. Air mataku mengalir deras, sesaat aku berpikir apakah gunanya aku hidup. Toh aku bukan istri sempurna.
Malam itu aku menunggu suamiku pulang, kali ini aku tidak berpura-pura tidur, tak kupejamkan mataku walaupun sejenak. Akhirnya suamiku pulang, kuhirup bau badannya, bau parfum pelacur itu.
“Kau baru dari pelacur itu?” tanyaku dan aku sangat terkejut dengan keberanianku menanyakan hal itu padanya.
“Iya.”
Hatiku luluh lantak mendengar jawaban yang jujur itu, aku berharap ia berbohong, sungguh aku ingin kebohongan yang manis walau beracun.
“Kau mengkhianati aku, mas.” kataku lirih.
“Aku mencintai Widuri.”
Sungguh, aku berharap apa yang diucapkannya barusan adalah kebohongan, tapi aku melihat kejujuran di mata itu.
“Aku menikahimu untuk melahirkan anak-anakku, tapi kau tak kunjung hamil juga.” kata suamiku.
“Aku baru saja berpikir apa kau pantas menjadi ayah dari anakku kelak!” sahutku berani. Akhirnya aku bersuara, akhirnya suaraku berguna juga.
Mata itu menatapku terkejut. “Lancang!” teriak suamiku sambil menempelengku, darah segar keluar dari sudut bibirku.
Aku tidak menangis, tidak, aku bersumpah takkan ada lagi setetes air matapun untuknya. Suamiku beranjak pergi dari kamarku, malam itu ia tidak kembali.
***
Lelaki itu sedang duduk di ruang tamu dan menatapku penuh senyum, menyapaku penuh kerinduan. Andi adalah teman sepermainanku sejak kecil, terakhir aku bertemu dengannya adalah di hari pernikahanku.
“Gimana kabarmu, Ti?” tanyanya.
“Baik, mas sendiri?” kataku balas bertanya.
“Aku jadi buruh di Jakarta. Hidup di Jakarta ternyata sulit, Ti.” katanya.
“Namanya juga kota besar, Mas.”
“Aku kembali ke sini justru karena aku dipecat, situasi pabrik kacau, sebagian besar buruh dipecat dengan alasan kesulitan keuangan. Kami para buruh menggalang aksi mogok sampai berhari-hari karena nasib kami nggak jelas. Eh, pemilik perusahaan malah minggat entah kemana.”
Aku tertegun sesaat, jadi buruh ternyata tak lebih baik daripada jadi petani.
“Kami para buruh ditelantarkan begitu saja, pemerintah juga tidak melakukan tindakan apapun terhadap nasib kami.”
“Sudahlah, Mas, terima aja. Mungkin emang nasibmu lagi apes. Nggak usah macem-macem, Mas, entar nasib kamu kayak Marsinah gimana?” kataku ngeri dengan kisah Marsinah yang mati karena dia terlalu vokal.
“Pokoknya aku nggak mau tahu, Ti. Kita emang miskin, tapi jangan diem aja kalo diperlakukan sewenang-wenang.”
Aku diam aja, Andi emang sulit diajak ngomong kalo udah pakai kata ’pokoknya’, sulit diganggu gugat. Aku tak mau ambil pusing dengan masalahnya, yang jelas aku sudah memberi nasihat padanya.
Andi berniat tinggal di desa selama beberapa bulan, kami memang cukup dekat, bahkan ia pernah mau melamarku, namun ia tidak punya keberanian yang cukup untuk itu. Apalah artinya seorang pemuda miskin bila dibandingkan dengan Mas Joko yang seorang tuan tanah.
***
Aku tercenung sesaat ketika kutemukan selembar surat hasil pemeriksaan dari Dokter. Kupikir suamiku sakit, tapi ternyata aku salah, suamiku sama sekali tidak sakit. Surat itu menyatakan bahwa suamiku mandul!
Hatiku bahagia sekaligus marah, suamiku yang mandul, bukan aku! Aku ingin berteriak pada semua orang bahwa aku tidak mandul, bahwa suamikulah yang mandul. Aku ingin mengatakan pada ibu mertuaku yang nyinyir itu bahwa aku tidak mandul, bahwa anaknyalah yang mandul. Aku akan membuktikan pada semua orang bahwa aku tidak mandul. Aku tertawa, namun sesungguhnya aku menangis, yah aku menangis.
Suamiku menatapku heran, ia terpana dengan surat pemeriksaanku dari dokter yang menyatakan bahwa aku telah hamil dua bulan, wajahnya pucat pasi namun aku merasakan kemenangan dalam hatiku.
“Aku telah membuktikan bahwa aku tidak mandul,” kataku. “dan kau tak sanggup membuktikan bahwa kau cukup subur untuk membuatku hamil.” Aku melihat dengan jelas wajah suamiku memerah, entah karena malu atau marah. Mungkin keduanya.
“Dengan siapa kau mengandung, anak siapa bayi yang kau kandung?” tanya suamiku dengan suara gemetar.
“Apakah itu penting? Bukankah keluargamu menginginkan keturunan? Dengarkan aku, Joko Susilo, kau akan merawat, mengasuh darah daging orang lain dan anak ini akan menjadi satu-satunya pewaris dari kekayaanmu.”
Inilah hari kemenanganku. Aku tak peduli lagi dengan perselingkuhan yang dilakukannya dengan Widuri, pelacur itu. Aku tak peduli. Suamiku harus menutupi kenyataan dari semua orang, termasuk ibunya bahwa dia mandul dan ia terpaksa menerima darah daging orang lain sebagai pewarisnya.
Inilah pernikahanku. Sebuah pernikahan yang pernah aku idamkan sebagai pernikahan yang penuh kebahagiaan namun ternyata penuh kemunafikan. Aku telah mengandung dan semua gunjingan pun berakhir.
Ibu mertuaku begitu bahagia, tanpa ia tahu bahwa bayi yang kukandung bukanlah darah dagingnya. Semua keluarga begitu bahagia kecuali suamiku.
Namaku Surti, sebagai seorang perempuan aku harus menjaga kesucianku, sebagai seorang istri aku harus mengabdi, menjaga kesetiaanku pada suamiku dan sebagai seorang ibu aku harus mengasuh anakku siang dan malam. Yah, itulah aku dan untuk semua itu hanya ada satu alasan, karena aku adalah seorang perempuan.
Namaku Surti, dan saat ini aku berada di sebuah gubuk tengah sawah. Di samping kami, begitu banyak petani yang sedang bekerja, namun tidak ada satupun yang mengetahui apa yang yang sedang aku dan Andi lakukan.
Kami adalah sepasang kekasih sekarang. Bayi yang kukandung adalah anak Andi. Dengan lembut teman masa kecilku itu mendekap erat tubuhku. Wajah kami saling berhadapan, amat dekat.
Segera Andi mencium dan melumat bibirku dengan gemas sambil kedua tangannya mulai beraksi mengelusi punggung dan pinggangku secara bergantian. Beberapa saat kemudian tangannya beralih turun ke pantatku. Andi mengelus dan merabanya, merasakan betapa kenyal dan padatnya bongkahan pantatku. Dengan gemas ia meremas-remasnya sambil sesekali mencengkeram dan mendorongku ke arah selangkangannya.
Aku tidak kaget dengan kelakuannya itu. Andi memang sangat menginginkan tubuhku. Sejak pertama kali bertemu, sudah tak terhitung lagi berapa kali kami melakukannya. Pertama di rumah Andi, saat sore-sore aku mengiriminya kue kering. Tak kusangka Andi akan menyergap dan meniduriku. Namun bukannya marah dan sakit hati, aku malah menikmatinya. Selanjutnya, sudah bisa ditebak, kami jadi semakin sering melakukannya. Hingga akhirnya aku hamil 2 bulan.
Dan sekarang, Andi mengajakku ke sawah yang ia jaga. Dan disini, kami kembali melakukannya. Kurasakan benda keras miliknya mulai menekan selangkanganku. Meski masih tertutup celana, bisa kurasakan kalau penis itu sudah begitu kaku dan keras.
Sambil terus melumat bibirku, tangan kanan Andi meraih dan meremas payudara kiriku sedangkan tangan kirinya masih asyik meremas buah pantatku. “Ohh… mmh…” kepalaku langsung mendongak sambil melenguh panjang menikmati perlakuannya.
Perlahan tangan Andi mulai membuka kancing baju panjangku satu persatu. Segera terpampang dihadapannya sepasang buah dadaku yang montok dengan bh yang nampak kekecilan untuk menampung bulatannya yang besar. Memang, sejak hamil payudaraku rasanya semakin besar saja.
Andi lalu melanjutkan dengan melucuti celana dalamku. Untuk rok panjangku cukup ia singkap hingga ke pinggang, tidak perlu dilepas. Begitu juga dengan jilbabku. Andi sengaja membiarkannya karena hal tersebut merupakan sesuatu yang amat menggairahkan baginya. Ia paling suka menyetubuhiku dalam keadaan berjilbab!
Melihat pemandangan yang indah ini, segera Andi melanjutkan aksinya dengan menghisap dan menjilati sepasang puting susu milikku yang sudah menegang dengan rakus. Terkadang tangannya ikut bermain dengan menjepit dan memilin-milin putingku yang berwarna coklat muda kemerahan.
“Ouhh… ahhh… ahhh…” desah bibir mungilku yang setengah terkatup sambil meremas kepala dan pundaknya. Nafasku naik turun menahan nikmat. Semakin lama desahanku menjadi semakin kencang, membuat Andi semakin bergairah saja.
Sambil membalikkan tubuhku, ia kemudian melepas celananya. Andi lalu memeluk tubuhku dari belakang dan meraih wajahku untuk melumat kembali bibir mungilku, sementara ia juga menggesek-gesekkan penisnya yang sudah menegang ke arah pantatku. Tangannya juga tak tinggal diam, Andi kembali memilin puting dan meremas-remas kedua buah dadaku secara bergantian. Ia juga mulai mengorek-ngorek liang kemaluanku dengan tangannya yang lain.
“Emmhh… mmhh…” desahku tertahan oleh ciumannya.
Beberapa saat kemudian Andi menyuruhku untuk membungkuk. Ia tampak menatap kagum keindahan pantatku yang bulat dan putih mulus. Sejenak ia mengelus dan meremas-remas bokong indahku sambil sesekali menciuminya dengan gemas.
Aku hanya bisa merintih sambil menundukkan kepala. Tubuhku sedikit bergetar mendapat perlakuan seperti itu. Setelah itu Andi merentangkan sedikit kedua pahaku hingga ia bisa melihat lubang vaginaku yang ditumbuhi bulu-bulu halus rimbun. Baunya yang khas segera menyebar di seluruh gubuk. Andi menyibaknya dan dengan menggunakan jari tengah, ia mulai menusuk-nusuknya.
“Emmmhh…” tentu saja aku langsung menggelinjang sambil pahaku bergerak seolah hendak menjepit tangan kanannya yang sedang memainkan liang surgaku.
Andi terus mengorek-ngorek sampai jarinya jadi basah oleh cairan kewanitaanku. Nafas dan desah kecilku yang memburu membuat gairahnya meningkat. Andi merasa inilah saat yang tepat untuk mulai beraksi karena penisnya sudah menuntut untuk dimasukkan.
Ia menarik jarinya, lalu merebahkan tubuhku ke balai-balai bambu. Mataku menatap sayu ke arahnya. ”Ihhh..!!” pekikku pura-pura malu sambil menutupi wajah saat melihat kemaluannya yang besar mengacung indah ke depan. Padahal sudah sering aku menikmatinya.
Andi tersenyum dan perlahan mendekatiku sembari kembali mencium bibirku. Kedua tangannya tidak ketinggalan memainkan payudara dan liang vaginaku. Kudengar nafasnya mulai memburu pertanda ia semakin terangsang. Tak lama kemudian Andi mulai merentangkan kedua pahaku lebar-lebar. Lalu sambil bertumpu dengan lengan kirinya, ia membimbing penisnya untuk memasuki liang kemaluanku.
“Ouhh… sshhh…” desisku menahan rasa nikmat saat penis Andi perlahan tergelam membelah lorong vaginaku. Senti demi senti kemaluannya menembus lubang sempit di pangkal pahaku.
Akhirnya Andi berhasil membenamkan seluruh batang kejantanannya dan mulai memompanya maju mundur secara perlahan. Sungguh luar biasa rasanya. Nikmat sekali. Aku sampai menggigit bibir bawah agar teriakanku teredam. Aku tidak ingin perselingkuhan ini dipergoki oleh orang lain.
“Shhh… hehh… hhhh…” desah bibir mungilku sembari kedua tanganku mencengkeram erat lengan Andi yang sedang bertumpu disamping tubuhku.
Melihat wajah cantikku yang mendesah membuat Andi semakin bergairah. Segera ia melumat bibirku sambil memainkan lidahnya di dalam mulutku. Aku balas dengan memainkan lidah di dalam mulutnya.
“Mmmhh… cupp… cupp…” bunyi ciuman kami berdua yang diselingi permainan lidah.
Semakin lama semakin cepat genjotan Andi dan secara refleks aku melingkarkan kedua kakiku ke pinggulnya. Hampir sepuluh menit lamanya kami bersenggama dengan posisi ini dan tidak lama kurasakan lubang senggamaku menjadi semakin basah.
“Ouuhhh… Ndi… aku mau pipis…” getar suaraku saat menahan suatu dorongan yang luar biasa dari dalam tubuhku.
Tahu kalau aku akan mencapai klimaks, Andi semakin mempercepat goyangannya. Dan benar saja, tak lama kemudian tubuhku bergetar pelan sedangkan pahaku yang melingkar di pinggulnya menjepit erat. Terasa sesuatu yang hangat menyemprot keluar dari dalam vaginaku, membasahi batang penisnya.
Sejenak Andi menghentikan genjotannya sambil mencabut penisnya dari liang senggamaku. Nampak penis itu dibasahi oleh cairan vaginaku. Beberapa menit kemudian, setelah aku cukup istirahat, Andi menyuruhku agar membungkuk membelakanginya. Tanganku bertumpu di pinggiran gubuk sedangkan kedua kakiku menjejak ke lantai.
Rok hijauku yang panjang sempat menjuntai ke bawah, yang segera diangkat kembali oleh Andi dan diikat rapi di pinggang. Sambil mencengkeram pantatku yang semok, ia kembali mengarahkan batang penisnya yang masih tegak mengacung ke arah lubang vaginaku. Sejenak Andi menggesek-gesekkan ujungnya yang tumpul di bibir kemaluanku yang sangat basah.
“Ohhh…” desahku pelan sambil tanganku meremas-remas payudaraku sendiri.
Kini ujung penisnya benar-benar terasa basah oleh cairan kewanitaanku. Perlahan dengan bantuan tangan kananku, Andi mulai melakukan penetrasi. Dengan lancar batang coklat panjang itu masuk kembali memenuhi liang senggamaku. Andi membiarkannya sejenak sebelum perlahan mulai menggoyang maju-mundur tak lama kemudian. Ia melakukan dengan tempo lambat untuk beberapa saat lalu secara bertahap mempercepat sodokannya.
“Ahh… ahh… uhh… uhh…” desahku dengan tubuh terguncang-guncang karena sodokannya. Sambil menyetubuhiku dari belakang, kedua tangan Andi beraksi meremas dan mencengkeram bulatan pantatku.
“Plak… plak… plak…” begitu bunyi selangkangannya saat berbenturan dengan bokongku. Terkadang Andi juga meremas kedua buah dadaku dari belakang
“Oh, Surti… kamu memang nikmat.” racaunya sembari terus menggenjot pantatnya demakin cepat.
“Emhh… ohh… omm…” desahku seakan merespon racauannya.
Tubuh kami berdua kini benar-benar basah kuyup bermandikan keringat. Jilbab dan rok panjang yang melilit di pinggangku juga ikut basah karenanya. Tak terasa lebih dari 10 menit kami berdua bersetubuh dalam posisi ini.
“Ouhh… Andi, aku mau pipis lagi…” kataku dengan nafas terengah-engah.
“Tahan, Ti… aku juga mau nyampe.” ujar Andi sembari mempercepat laju sodokannya.
“Ohhhh…” erangku dengan tubuh menegang saat vaginaku mengucurkan cairan. Bersamaan dengan orgasmeku, Andi pun mencapai klimaks. Ia memeluk erat pinggangku sembari membenamkan penisnya dalam-dalam ke liang senggamaku.
”Ahh…” lenguh Andi penuh nikmat saat memuntahkan air maninya.
Liang senggamaku sekarang dipenuhi oleh campuran sperma dan cairan vaginaku sendiri. Kemudian kami berdua terkulai lemas di dalam gubuk. Andi membiarkan sejenak kemaluannya yang masih tegang terjepit di dalam vaginaku.
Hari menjelang sore, tak terasa kami terlelap puas. Saatnya aku untuk pulang. Suamiku pasti sudah menunggu di rumah.

Kamis, 29 Oktober 2015

Perawanku Hilang Di Sekolah




Link Video - Namaku Tina. Usiaku 16 tahun. Aku sekolah
di sebuah SMU swasta terkenal di Surabaya. Sudah hampir
setahun ini hidupku penuh berisi kesenangan- kesenangan
yang liar. Dugem, ineks dan seks bebas. Sampai akhirnya
aku terjerumus dalam ambang kehancuran. Terombang-
ambing dalam ketidak pastian. Aku bingung apa yang kucari.
Aku bingung harus kemana arah dan tujuanku. Apa yang
selama ini kulakukan tidak memberikan kemajuan yang
positif. Bahkan aku nyaris gila. Siapakah aku ini? Sejujurnya
aku menyesali kondisiku yang seperti ini. Keterlibatanku
dengan narkoba telah membawaku ke dalam kehidupan
yang kelam. Sungguh kejam! Aku jadi berangan-angan ingin
kembali ke kehidupan lamaku dimana aku belum mengenal
narkoba. Saat itu begitu indah. Orang tuaku sayang padaku.
Andrew pacarku dengan setia berada disisiku. Dan dia selalu
datang untuk menghibur dan menemaniku. Aku jadi ingat
pada hari-hari tertentu, teman-teman sekolahku datang main
ke rumah untuk mengerjakan tugas atau hanya sekedar
berkumpul. Kalau lagi ada pacarku, mereka selalu menggoda
kami sebagai pasangan serasi. Padahal menurutku kami
bertolak belakang. Aku pemalu dan mudah merajuk. Sedang
pacarku biang kerok di sekolah dan tidak tahu malu. Aku
berprestasi dalam pelajaran tapi kurang menguasai bidang
olah raga. Sedangkan dia berprestasi dalam olah raga
namun malas belajar. Tinggiku sedang dan badanku agak
kurus. Sedangkan dia tinggi dan besar. Pokoknya beda
banget. Tapi teman sekolah mengatakan kami pasangan
serasi. Entah apanya yang serasi.. Aku masih ingat saat-saat
terakhir dia meninggalkan aku untuk sekolah ke Amerika.
Ada setitik firasat bahwa itu adalah saat terakhir aku
bersamanya. Aku menangis tiada henti di bandara seperti
orang bodoh. Tidak ada kata yang terucap, hanya sedu
sedan lirih terdengar dari mulutku. Orang tuanya sampai
sungkan pada orang tuaku dan berusaha menghiburku
dengan mengatakan bahwa Andrew akan sering pulang ke
Indonesia untuk menengokku. Orang tuaku pun tak kalah
dan berjanji padaku akan menyekolahkan aku ke Amerika
selepas SMU. Kata orang cinta akan lebih terasa saat
terpisahkan oleh jarak. Aku tidak sabar untuk membuka e-
mail setiap malam. Telepon internasional seminggu sekali
menjadi pelepas dahaga bila aku rindu suaranya. Setiap
malam menjelang tidur, aku melihat-lihat foto kami berdua.
Dan tak lupa aku mendoakan dia. Kini Andrew tidak akan
mau memandangku lagi. Laporan dari teman-temannya
yang melihat aku berkeliaran di diskotik- diskotik dengan
lelaki lain membuatnya murka dan tidak mempercayai aku.
Dia mengadili aku yang hanya bisa menangis dan berjanji
akan menghentikan perbuatanku. Tapi apa daya, di belahan
dunia lain, Andrew tidak akan bisa melihat keseriusanku. Dia
meminta untuk mengakhiri hubungannya denganku meski
aku menangis meraung-raung di telepon. Aku tak berdaya.
Dia begitu kerasnya tidak mengampuni kesalahanku. Yah
memang semua itu memang salahku. Tapi apakah aku tidak
punya kesempatan untuk memperbaiki kesalahan? Apakah
setiap orang tidak pernah khilaf? Apakah sama sekali tidak
ada ampun untukku? Dia dulu mengatakan apa pun yang
terjadi akan selalu mencintaiku. Akan selalu menjagaku.
Semakin hari cintanya padaku akan semakin besar. Ternyata,
bohong! Itu semua hanya bohong belaka! Saat ini aku jadi
ceweq bodoh, sering melamun dan mudah stres. Bukan
hanya hubunganku dengan Andrew yang hancur.
Hubunganku dengan ayah ibuku juga memburuk. Mereka
sudah menyerah menghadapi aku yang hampir setiap hari
pulang pagi. Mereka bahkan mengancam akan mengusir aku
bila terus menerus seperti ini. Aku jadi sering membolos
sekolah. Prestasiku di sekolah makin hari makin memburuk.
Aku telah kehilangan minat untuk belajar dan meraih ranking
tinggi di sekolah. Hubungan sosial dengan teman sekolahku
juga semakin buruk. Aku malas bergaul dengan mereka.
Aku takut mereka mengetahui siapa aku sebenarnya. Aku
takut mereka menyebarkan tingkah lakuku sebenarnya. Aku
takut.. Aku jadi paranoid! Aku jadi mudah curiga dengan
semua orang. Aku jadi sulit tidur dan melamun yang tidak-
tidak. Aku jadi sering mimpi buruk dan makin sulit
membedakan mana mimpi dan kenyataan. Lama-lama aku
bisa gila! Aku ingin berhenti menggunakan narkoba dan
sesegera mungkin meninggalkan dunia gemerlap yang
selama setahun ini kugeluti. Tapi aku sulit meninggalkannya.
Aku terperangkap di dalamnya! Ineks! Semua ini gara-gara
pil setan itu! Badanku semakin kurus. Mataku cekung dihiasi
garis hitam dibawahnya. Aku tidak mengenali wajahku
sendiri di hadapan cermin. Bahkan Mamaku sudah
mengecap aku sebagai wanita nakal. Yah.. wanita nakal.. aku
memang telah jadi wanita nakal. Aku telah melepaskan
keperawananku pada seorang pria yang bukan suamiku.
Aku malu pada diriku dan pada orang tuaku. Diriku bukan
Tina yang dulu. Tina yang selalu meraih prestasi di sekolah.
Tina yang selalu membanggakan orang tua. Tina yang rajin
ke gereja. Tina yang lugu dan pemalu. Tina yang selalu jujur
dan berterus terang.. Malam itu entah malam keberapa aku
ke diskotik dengan Martin. Setelah triping gila-gilaan bersama
teman-teman, aku pulang bersama Martin. Sebenarnya aku
malas pulang karena masih dalam keadaan on berat. Gara-
gara Bandar gede dari Jakarta datang, semua jadi
kebanyakan ineks. Badanku terus bergetar tiada henti, dan
rahangku bergerak-gerak ke kiri dan kekanan. Dengan
eratnya aku peluk lengan Martin seakan- akan takut
kehilangan dirinya. Tidak seperti biasanya Martin mengajakku
putar-putar keliling kota. Mungkin dia kasihan melihat aku
masih on berat dan tidak tega membiarkan aku sendirian di
rumah. Aku sih senang-senang saja. Kuputar lagu-lagu
house music agak kencang, meski aku tahu akibatnya bisa
fatal. Tak sampai lima menit, lagu house music dan
hembusan hawa AC yang dingin membuat aku on lagi! Aku
menggerak- gerakkan badan, kepala dan tanganku di bangku
sebelah. Rasanya asyik sekali triping dalam mobil yang
melaju membelah kota! Martin tertawa melihat aku
memutar-mutar kepala seperti angin puyuh. “Untung kaca
film mobilku gelap. Jadi aku nggak perlu takut orang-orang
melihat tingkahmu!” ujarnya. Hahaha.. rasanya saat itu aku
tidak peduli mau dilihat orang, polisi, hansip atau siapa pun
juga, aku tidak akan peduli! Lagipula ini masih jam 3 pagi.
Setelah setengah jam kami putar- putar kota, akhirnya kami
sampai di daerah sekitar rumah Martin. Martin menyarankan
agar aku meneruskan tripingku di rumahnya. Sebab terlalu
riskan bila triping di jalanan seperti itu. Kalau sedang sial bisa
ketangkap polisi. Aku yang sudah tidak bisa berpikir lagi
Cuma mengiyakan semua omongannya. Sampai di
rumahnya, aku langsung diantar ke kamarnya. Sambil
meletakkan kunci mobil, Martin menyalakan ac dan memutar
lagu house music untukku. Wah dia benar-benar ingin
membuat aku on terus sampai pagi! Ok, Aku layani! Kurebut
remote ac dari tangannya dan ku setel dengan temperatur
paling rendah. Martin yang sudah drop, begitu mencium
bau ranjang langsung hendak merebahkan badannya yang
besar itu ke tempat tidur. Tentu saja aku tidak ingin tripping
sendiri! Kutarik tangannya dan kuajak dia goyang lagi. Martin
mengerang dan tetap menutup wajahnya dengan bantal.
Tingkahnya dibuat manja seperti anak kecil. Tidak habis pikir
aku segera mencari koleksi minumannya di mejanya.
Kusambar sebotol Martell VSOP dan kupaksa dia minum.
Mulanya Martin menolak dengan alasan besok harus kerja.
Namun aku memaksa terus hingga dia tak berkutik.
Beberapa teguk Martell membuahkan hasil juga. Martin
bangun dan duduk didepanku. Aku segera memeluknya dari
belakang dan menggodanya dengan manja. “Kalau kamu
mau nemenin aku tripinng.. hari ini aku jadi milikmu.”
“Milikku sepenuhnya..? Ehm.. I love it!” Balas Martin nakal.
“Ya..ehm.. jadi milikmu..” gumamku di dekat telinganya.
Aku memeluknya dari belakang dan menciumi telinganya
sampai dia kegelian. Aku terus menggodanya dengan
menciumi leher dan bahunya. Tiba-tiba dia membalikkan
badan dan menyergapku! Aku kaget juga dan berteriak kecil.
Martin mendekapku erat-erat dan balas menciumi wajah,
leher dan telingaku. Aku menjerit-jerit kegelian oleh
tingkahnya. Lama-lama ciuman Martin semakin turun ke
bawah. Dia melorotkan tali tank-topku dan menciumi buah
dadaku dengan ganas sambil mendengus- dengus. Aku
bergetar menahan geli dan rangsangan yang hebat. Otot-
otot badan dan kakiku terasa kaku semua. Tidak puas
menciumi dadaku, Martin meloloskan bra yang menutupi
dadaku sehingga kedua buah dadaku tersembul keluar.
“Woow.. aku paling suka payudaramu!” desisnya. Aku
paling suka kalau keindahan tubuhku dipuji. Dia
mengucapkan kata-kata itu dengan mata berbinar-binar
sehingga membuatku tersanjung. Tentu saja aku langsung
menutupi dadaku dengan kedua tanganku seakan-akan
melarangnya untuk melihat. Sedetik kemudian dia membuka
kedua tanganku dan membungkuk kearah dadaku lalu
mendekatkan mulutnya ke puting kananku. Dengusan
napasnya yang mengenai putingku sudah bisa membuatku
menggelinjang. Pelan-pelan lidahnya menjilat putingku
sekilas, lalu berhenti dan memandang reaksiku. Aku
memejamkan mata dan mendengus. Perasaanku
melambung sampai ke awang- awang! Ketika kubuka
mataku, dia memandangku sambil tersenyum nakal. Aku
memukulnya. Kemudian dia menjilat puting kiriku sekilas.
Aku kembali menggelinjang- gelinjang. Aku merasa detik-
detik penantian apa yang akan dilakukan Martin pada
putingku membuat aku makin penasaran. Aku mengerang-
erang ingin agar Martin meneruskan aksinya. Aku sudah
sangat terangsang hingga memohon-mohon padanya agar
memuaskan aku. Martin tersenyum manis sekali lalu mulai
memasukan putingku ke mulutnya. Putingku dipermainkan
dengan mulut dan lidahnya yang hangat. Aku bergetar dan
menggelinjang menjadi-jadi. Kepiawaian Martin merangsang
dan memuaskan aku sudah terbukti. Rangsangan yang
hebat melupakan segala janji yang pernah kubuat. Martin
sangat terangsang rupanya. Aku merasa ada yang
mengganjal di bagian bawah perutku dan menyodok-
nyodok kemaluanku. Aku membuka kedua kakiku lebar-
lebar dan merubah posisi pinggulku agar kemaluanku
bergesekan dengan penisnya. Tiap kali penisnya menggesek
klitorisku aku mengerang dan merenggut apa saja yang bisa
kurenggut termasuk rambutnya. Napas kita yang
mendengus-dengus bersahut-sahutan bersaing dengan lagu
house music yang memenuhi ruangan. Martin meneruskan
aksinya sambil melepas pakaianku satu persatu hingga aku
telanjang bulat. Aku menatap wajahnya dengan perasaan tak
karuan. Lalu dia membuka pakaiannya sendiri dan mulai
menyerangku dengan ganas. Aku diciumi mulai mulut turun
ke leher lalu ke buah dadaku. Kemudian turun lagi melewati
pusar dan bulu kemaluanku. Dia berhenti sesaat sambil
melihat aku yang sudah terangsang berat. “Martin.. cium
anuku please..” pintaku terbata-bata. “Hehehe..” Desisnya
pelan. Lalu tanpa menunggu perintah kedua kalinya, dia
mulai merubah posisinya agar mulutnya pas di kemaluanku.
Kemudian kakiku dibuka lebar- lebar ke atas sehingga
kemaluanku menyembul di antara pahaku. Aku merasa
hawa dingin menerpa bagian dalam kemaluanku yang
merekah. Aku memejamkan mata berdebar-debar
menunggu Martin memulai aksinya. Martin menciumi sisi
luar kemaluanku dengan perlahan. Aku mengerang tertahan
dan mengerutkan dahi. Rasanya geli sekali! Ciumannya
bergerak ke tengah dan berhenti di klitorisku. Klitorisku
diciuminya lama sekali seperti kalau dia menciumi bibirku.
Dia mengulum dan kadang menyedot kemaluanku dengan
kuat. Aku mendesah- desah keras sekali. Tak tergambarkan
rasanya. Lalu ketika lidahnya ikut bermain, aku tak kuat
menahan lebih lama lagi. Dibukanya bibir kemaluanku
dengan jarinya, lalu lidahnya dimasukan diantaranya.
Lidahnya memilin-milin klitorisku dan kadang masuk ke
vaginaku dalam sekali. Erangan panjang menandakan
kenikmatan yang tiada taranya. Aku malu sekali ketika
orgasme dihadapannya. Ritme ciumannya pada kemaluanku
perlahan- lahan mengendur seiring dengan tekanan yang
kurasakan. Martin memang hebat. Dia sudah berpengalaman
memuaskan ceweq. Dia bisa tahu timing yang tepat kapan
harus cepat dan kapan harus pelan. Aku jadi curiga apa dia
berprofesi sebagai gigolo yang biasa memuaskan Tante-
Tante kesepian. Hehehe.. “Lho kok cepat? Udah terangsang
dari tadi ya?” tanyanya sambil senyum-senyum mesum.
Mukaku memerah ketika aku tak bisa menjawab
pertanyaannya. Aku memukulnya dengan bantal sambil
menggodanya. “Kamu gigolo ya? Kok hebat banget?” “Eh,
gigolo! Kurang ajar! Gua ini memang Don Juan Surabaya ya!
Belum pernah ada ceweq yang tidak puas kalau main
denganku!” katanya pongah. “Teman-temanku sampai
menjuluki aku ‘Sex Machine’!” lanjutnya. “Ngibul! kamu pasti
gigolo!” godaku sambil memukulnya dengan bantal lagi.
Kami perang mulut selama beberapa saat. Kemudian Martin
mengakhirinya dengan berkata, “Enak aja menghinaku!
Sebagai balasannya, nih..” Martin melompat kearahku dan
memasukkan kepalanya diantara kakiku. Dia langsung
melumat kemaluanku dengan mulutnya lebih ganas lagi
padahal kemaluanku masih berdenyut- denyut geli. Aku
menjerit-jerit karenanya. Gelinya luar biasa! Entah apakah
kemaluanku sudah sangat basah atau tidak, aku mendengar
bunyi berkecipak di kemaluanku. Rasa geli yang menerpa
segera berubah menjadi nikmat. Aku terhanyut lagi dalam
permainan lidahnya. Aku orgasme untuk yang kedua
kalinya. Badanku rasanya lemas semua. Malam itu aku
mudah sekali orgasme. Entah apa mungkin itu karena
pengaruh ineks atau memang aku sudah dalam keadaan
puncak, aku tidak tahu.. Kami break sebentar. Martin tidur
terlentang. Kulihat penisnya berdiri tegak bagai tugu monas.
Kepalanya yang merah mengkilat karena cairan maninya
meleleh keluar. Aku duduk di dipangkuannya dan
memegang penisnya yang keras. “Lho, sejak kapan celana
dalammu lepas? Aku kok nggak tahu?” tanyaku. “Hehehe..
kamu merem terus dari tadi sampe nggak tahu kalo
burungku udah menunggu- nunggu ditembakkan ke
sasaran!” candanya. Aku kasihan padanya. Kuelus- elus
penisnya sambil menggodanya. Lalu aku naik ke atas
tubuhnya dan duduk tepat diatas penisnya. Martin tampak
terangsang melihat tindakanku. Kugoyang-goyangkan
pinggulku maju mundur diatas penisnya sambil kuelus-elus
dadanya. Martin memejamkan matanya sambil merasakan
sentuhan-sentuhan kemaluanku di penisnya. Aku juga
merasa geli-geli nikmat saat penisnya yang keras dan licin
menggeser klitorisku. Lama-lama Martin tidak kuat menahan
rangsangan. Dia bangkit dan memeluk tubuhku. Kami
berciuman. Tanpa mempedulikan bau cairan vaginaku di
mulutnya, aku terus menggoyangkan pinggulku maju
mundur. Kemaluanku yang basah semakin memudahkan
penis Martin bergesekan diantar bibir kemaluanku. Gerakan
kami makin lama makin liar, sampai akhirnya pertahananku
runtuh! Penis Martin mengoyak keperawananku! Kepala
penisnya selip dan masuk ke vaginaku. Aku menjerit kaget
dan gerakanku terhenti. Untuk sesaat aku merasa sakit
karena ada benda sebesar itu masuk ke vaginaku. Martin
juga berhenti dan hendak mencabut penisnya dari vaginaku.
Namun aku mencegahnya. Aku benar-benar terhanyut
dalam fantasiku sendiri akan kenikmatan persetubuhan.
Kupeluknya erat-erat tubuhnya. Disamping rasa sakit, aku
merasakan suatu kenikmatan yang lain. Aku ingin
merasakan lebih lama lagi. Secara tak sadar aku
merendahkan pinggulku perlahan-lahan sampai penis Martin
memenuhi liang vaginaku. Rasanya sungguh luar biasa! Aku
memeluk Martin sekuat tenaga dengan napas terputus-
putus. Kucengkeram punggungnya dengan kuku jariku
tanpa peduli dia kesakitan atau tidak. Tak terlukiskan
perasaanku saat itu. Aku mengerang-erang. Rasanya seluruh
sarafku terputus dan terpusat di kemaluanku saja. Martin
membiarkanku sesaat menikmati moment ini. Dia pasti juga
sedang menikmati koyaknya selaput daraku. Perlahan-lahan
Martin mulai menggoyangkan pinggulnya. Penisnya
bergerak-gerak perlahan dalam kemaluanku. Aku mendesah
mengaduh-aduh menahan nikmat dan geli. Vaginaku masih
sangat sensitif sampai sampai aku tidak tahan ketika
penisnya digerak- gerakkan. Aku menatap sayu pada Martin.
“Kenapa aku nggak tahu kalau ML seenak ini? Kalau tahu, aku
sudah dari dulu mau making love sama kamu!” kataku
parau. Mendengar perkataanku, sesaat Martin hanya
memandangku tanpa ekspresi. Aku tidak dapat menebak apa
yang ada dipikirannya. Lalu dengan pandangan yang
menyejukkan, dia mencium keningku dan pipiku. Aku
menjadi tenang dan damai. Martin, aku sayang padamu, aku
sayang padamu, aku sayang padamu. Tak ada lagi Andrew
dalam kamusku. Aku hanya sayang padamu kataku dalam
hati. Sex jauh lebih memabukkan daripada extacy! Aku tak
bisa berpikir jernih! Yang ada dipikiranku hanya terus dan
terus.. tanpa akhir.. Martin mulai menggerakkan penisnya
keluar masuk vaginaku. Mulanya perlahan, lama-lama
semakin cepat. Rasanya mau mati saking nikmatnya. Aku
tak bisa berkata apa-apa. Hanya erangan dan desahan yang
keluar dari mulutku. Dorongan penisnya yang menghujam
keluar masuk ke dalam vaginaku membuatku tak berdaya.
Malam itu aku orgasme empat kali. Martin menumpahkan
spermanya di perutku dan terkapar disebelahku. Aku juga
terkapar kelelahan. Saking lelahnya aku sampai tidak kuat
untuk bergerak mengambil tissue untuk membersihkan
spermanya yang tumpah di perutku. Ternyata orgasme saat
ML jauh lebih nikmat daripada dengan oral seks. Sungguh
berbeda.. Setelah terkapar beberapa saat, Martin
membopongku ke kamar mandi dan memandikan aku. Aku
terus menerus memandang wajahnya dan mencari-cari
sinar apa yang terpancar di wajahnya. Apakah dia benar
mencintaiku atau aku hanya salah satu perempuan
koleksinya? Aku terus memeluknya saat dia membasuh
tubuhku dengan air hangat dan membersihkan kemaluanku.
Kemudian setelah membersihkan diri, kami tidur kelelahan.
***** Besoknya saat aku bangun, Martin sudah tidak ada di
sebelahku. Kulihat jam dinding menunjukkan pukul
sembilan. Detik berikutnya aku baru sadar kalau tidur
telanjang bulat dan hanya ditutupi selimut. Perlahan- lahan
memoriku memutar balik kejadian tadi malam. Agak susah
mengingat kejadian semalam setelah pakai ineks dan minum
minuman beralkohol. Setelah ingat semua, dengan lunglai
aku bangkit dan melihat kemaluanku. Kuraba dan kupegang
kemaluanku. Rasa nikmat dan geli semalam masih
terbayang di pikiranku. Pikiran jelek mulai menggangguku.
Aku sudah tidak perawan! Aku sudah kehilangan
keperawananku di usia ke 16 dengan cowoq yang bukan
pacarku maupun suamiku! Edan! Aku lepas kendali! Kata-kata
Ling mulai teringat kembali. Saat dia kehilangan
keperawanannya pertama kali, dia menangis menjadi-jadi
semalaman. Namun sekarang dia sudah biasa dan malah
sering making love. Aku teringat saat Ling mengenalkan
Martin padaku, dia memperingatkan Martin agar jangan
macam- macam padaku. Berbagai macam kejadian dari
awal aku kenal kehidupan malam sampai saat ini lalu lalang
dalam pikiranku seakan-akan menyindirku. Sekarang
semuanya telah terjadi! Aku tak percaya! Aku jadi seperti
Ling! Aku ingin menangis menyesali semuanya! Namun
sudah terlambat! Apalagi saat aku melihat setitik noda hitam
pada sprei. Aku langsung menangis menjadi-jadi. Aku
merasa berdosa! Bayangan wajah Papa Mamaku berkelebat
berganti- ganti dalam benakku. Aku merasa berdosa pada
Papaku, pada Mamaku, pada kakakku, pada seluruh
keluargaku! Aku ke kamar mandi untuk membersihkan
diriku! Aku merasa kotor dan hina! Aku bukan Tina yang
dulu lagi! Masa depanku hancur! Siapa yang mau sama aku!
Cowoq mana yang mau menerima ceweq seperti aku!
Ceweq yang sudah tidak utuh lagi! Ceweq murahan! Aku
benci diriku sendiri! Aku benci semua orang! Aku menangis
lama sekali di kamar mandi. Kutumpahkan semua
perasaanku dalam air mata yang segera tersapu guyuran air
hangat. Hingga akhirnya aku tergeletak lemas di lantai kamar
mandi. Setelah bosan menangis, aku segera beranjak dari
kamar mandi dan mengenakan pakaian. Kuambil ponselku
dan kukirim SMS pada Ling. Aku minta dia menjemputku di
rumah Martin. Ling menyanggupi dan berjanji akan
menjemput aku sepulang sekolah pukul 13.00 Pukul sebelas
Martin pulang ke rumah. Tiba-tiba perasanku jadi campur
aduk saat kudengar suara mobil Martin memasuki rumah.
Ada perasaan jengkel yang menggebu-gebu padanya. “Kok
berani-beraninya orang segede dia menjerumuskan anak
kecil! Dasar hidung belang!” pikirku jengkel. Aku duduk di
ranjang menghadap pintu sambil menunggu dia masuk.
Kusiapkan wajah sesuram mungkin agar dia tahu kalau aku
marah padanya. Aku sudah mempersiapkan diri untuk
mendiamkannya selamanya. Pokoknya dia harus tahu kalau
aku marah! Martin yang sepuluh tahun lebih dewasa tahu
bagaimana harus bertindak menghadapi aku. Dia diam saja
saat aku mendiamkannya. Lalu mulai mengajakku makan.
Aku menolak. Dia terus mengajakku bicara dan bercerita
kalau dia bangun kesiangan sehingga terlambat kerja. Dia
pura-pura tidak tahu aku marah padanya. Sejurus kemudian
dia mulai memelukku dan mengatakan kalau dia segera
pulang karena khawatir aku belum makan atau kesepian di
rumah. Lama-lama aku kasihan juga padanya. Dia baik
padaku. Sebenarnya yang salah aku. Aku yang
memaksanya melakukan itu. Padahal kemarin dia sudah
mau tidur, aku malah merangsangnya habis-habisan. Yah,
aku yang salah. Seperti membangkitkan macan tidur. Aku
pun mulai melunak. Aku mulai menjawab pertanyaannya
sepatah-sepatah sampai akhirnya suasana mulai cair.
Mengerti umpannya mengena, Martin mulai merayuku dan
menggodaku. Aku tidak tahan digoda dan mulai membalas
godaannya. “Martin, kamu harus bertanggung jawab! Kamu
harus kawin sama aku!” serangku. “Jangan kuatir sayang!
Aku ini dari dulu juga suka sama kamu. Cuma aku takut
kamu yang nggak mau sama aku karena aku terlalu tua.
Hahahaha..” balasnya. Aku tidak peduli pikirku. Toh aku juga
merasa cocok dengan Martin. Dia begitu dewasa. Dia bisa
momong aku. Masalahnya, dia sepuluh tahun lebih tua dari
aku. Apa orang tuaku setuju aku menikah dengannya?
Pikiranku sudah jauh lebih baik sekarang. Martin memelukku
erat-erat dan menghiburku. Aku jadi makin sayang padanya.
Akibat kejadian malam itu, hampir tiap hari aku making love
dengannya. Kami melakukan di rumahnya, di hotel, di
kamar mandi, di mobil dan dimanapun kami mau! Berbagai
posisi kami lakukan. Aku benar-benar ketagihan
bersenggama! Bahkan kami pernah menginap seharian di
hotel dan tidak keluar kamar sama sekali. Saat itu aku sampai
orgasme sebelas kali waktu making love dengannya! Benar-
benar liar dan tak terkontrol! Acara tripping selalu dilanjutkan
dengan making love. Kesukaan kami adalah triping sambil
telanjang bulat berdua di kamar Martin sambil bercumbu.
Asyik sekali rasanya! Saat pengaruh ineks menurun, kami
bersenggama atau melakukan oral seks untuk membuat on
lagi. Setelah benar-benar habis, kami lanjutkan dengan
minum minuman keras. Edan.. Dua bulan terakhir ini aku
jarang kontak dengan Martin. Martin sibuk dengan
pekerjaannya, sedangkan aku sibuk diadili oleh keluargaku.
Mereka marah besar padaku dan mengawasiku dengan
ketat. Ponselku disita sementara. Telepon untukku disortir
sama orang tuaku. Kemana-mana selalu diantar sopir
ayahku. Pokoknya aku jadi tahanan rumah! Entah siapa yang
salah! Aku tak perlu menyalahkan siapa saja selain diriku
sendiri. Aku sendiri pun menyesal menyadari kondisiku
sekarang. Orang luar pada bingung melihat tingkahku. Aku
hidup di dalam keluarga yang harmonis. Orang tuaku
sayang dan perhatian padaku. Tapi kok bisa aku terjerumus
jadi seperti ini? Hahaha.. memang bodoh apa yang
kulakukan. Penyesalan sudah tidak ada gunanya lagi. Entah
sampai kapan aku bisa berhenti dari dunia gila ini? Aku pun
sudah mulai bosan.. 

Untuk Video dan Foto-Foto Syur lainnya Klik Di Sini ya